Assalamu'alaikum wr. wb.
Yap, saya akhirnya mengerti kenapa rekan2 saya di komunitas TDA begitu 'cepat' sukses. Ini bukan akan bicara tentang segala motivasi bisnis, LOA, The Secret atau hal2 yang bersifat atau menitikberatkan pada 'alam fikiran'. Tapi mengenai strategi dan teknis berbisnis. Dan mohon maaf jika contoh member suksesnya berasal dari bidang bisnis garmen seperti saya dan juga yang telah memiliki toko offline, alasannya hanya karena saya benar2 mengetahui proses berbisnis mereka. Jadi tidak menutup kemungkinan bisa diterapkan oleh bidang bisnis lain.
Purple Ocean
Mengenai hal ini sebenarnya sudah dijelaskan dengan cukup baik oleh guk Seta
Kita pernah mengetahui, mendengar atau bahkan membaca buku dan teori mengenai Blue Ocean Strategy dari W Chan Kim dan Renee Mauborgne. Intinya adalah mengenai bagaimana menciptakan ruang pasar tanpa pesaing dan membuat suatu persaingan menjadi tidak relevan.
Namun dalam perjalanannya menurut Handi Irawan, seorang pakar marketing, blue ocean kadang kurang tepat dipraktikkan di Indonesia. Satu alasan terbesar adalah bahwa blue ocean salah satu penyangga utamanya adalah teknologi. Jika ingin menerapkan blue ocean maka harus didukung teknologi yang memadai.
Cirque du Soleil sebagai contoh dalam buku tersebut yaitu sirkus yang dipadukan dengan opera membutuhkan teknologi panggung yang canggih. Amazon sebagai blue ocean yang beda dari toko buku konvensional (offline) membutuhkan teknologi IT. Guk Seta sendiri pernah mencova ber-blue ocean dengan membuka penyewaan yang DVD only namun karena tidak didukung teknologi DVD player yang murah saat itu maka terpaksa harus sedikit kacau profitnya.
Nah, Handi Irawan merasakan bahwa karena teknologi masih menjadi kendala bagi sebagian besar masyarakat Indonesia maka strategi blue ocean sedikit banyak ada kurang cocoknya diterapkan disini. Beliau dalam salah satu dari 10 Karakter Unik Konsumen Indonesis di majalah SWA adalah gagap teknologi. Maka jika dipaksakan akan dibutuhkan biaya edukasi yang cukup tinggi. Semangat 'ingin beda' dan 'menjadi pioner' jika berhubungan dengan teknologi maka siap2 untuk biaya edukasinya.
Oleh sebab itu beliau memaparkan tentang purple ocean yang tidak blue tidak red tapi penggabungan diantara keduanya. Inilah yang membuat saya mengerti mengapa contoh2 rekan TDA diatas cukup cepat kesuksesannya, walau mungkin tanpa mereka sadari. Mereka menjalankan strategi purple ocean.
Dalam contoh dari Handi, saat ini banyak yang menggabungkan blue ocean strategy nya yang membuat toko online dengan juga membuka toko offline. Sehingga apa yang menjadi kekurangan di satu jenis toko tertutupi. Toko online walau memiliki kelebihan bebas macet dan cenderung tidak perlu cost sewa toko namun memiliki kekurangan karena tipe orang Indonesia yang masih ingin 'merasakan' produknya terlebih dahulu. Inilah kenapa pernah terjadi munculnya bisnis dot com bak jamur namun kini hanya segelintir yang masih eksis.
Dan kelebihan itu yang dimiliki toko offline, kekurangan bebas macetnya akhirnya diakali dengan datang dahulu awalnya untuk merasakan produk dan berkenalan dengan owner lalu transaksi selanjutnya melihat update produk secara online di web sehingga memudahkan.
Yang kedua, menggabungkan grosir dengan eceran. Jadi tidak hanya fokus di eceran atau grosir. Eceran menang di margin yang besar per satuan pcs, grosir walau kalah di margin per satuan pcs namun menang di kuantitas dan memberi peluang usaha bagi yang berminat.
Inilah yang dilakukan rekan2 tersebut.
Intinya adalah bahwa purple ocean memang hendak memenuhi permintaan pelanggan yang hybrid alias berbagai macam segmen dan kebutuhan. Bukan berarti akan menjadi tidak fokus. Produk atau tema bisnis tetap fokus namun strategi pemasaran, distibusi dan promosi yang hybrid. Pak Roni dan pak Try Atmojo sendiri pernah mengutarakan hal ini untuk selain grosir juga melakukan strategi eceran atau sebaliknya.
Wah, ternyata ini salah satu faktor yang membuat saya ketinggalan jauh. Namun alhamdulillah walau telat akhirnya mengerti.
Wassalam.
-Eko June-