Keringat

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

“Berikan upah pekerja sebelum kering keringatnya”.

Yup, sebuah hadis cukup terkenal terkait hubungan pemilik usaha-karyawan, bos-bawahan. Sebuah anjuran agar kita, jika berposisi sebagai seorang pemilik usaha, untuk segera memberikan upah atau gaji tepat pada tanggal kesepakatan.

Sebenarnya tulisan ini sebuah otokritik bagi diri sendiri yang pernah lalai memberikan gaji karena awal usaha dulu ada pegawai yang masuk mulai kerja pada tanggal nyaris akhir bulan pada suatu bulan suatu tahun *lupa. Setelah ditanya dengan malu2 oleh si pegawai, istighfar dan ingat bahwa menerapkan kebiasaan menghitung awal kerja tanggal 1 biar mudah perhitungannya malah jadi kelupaan. Alhamdulillah si pegawai memaafkan dan sejak saat itu sistem mulai diperbaiki.

Masih untung begitu, lah klo pegawainya gak ngomong tapi mbatin di hati tentang kelalaian kita, walah tetep dzalim walau tak sengaja namanya :).

Lebih gawatnya lagi, biasanya kita sudah hafal sama gajian pegawai tapi seringkali lalai sama pembagian hasil untuk partner kita jika seandainya usahanya bersinergi dengan orang lain. Klo ini kejadian saya giliran yang mbatin 'ini koq temen belum ngomong apa2 ya tentang bagi hasil'. Memang sesuai kesepakatan bahwa 3 bulan pertama belum ada pembagian hasil karena sepakat bahwa masih level mulai dan fokus pada pemasaran dan pembenahan internal. Tapi setelah lewat waktunya masih belum ada tanda2.

Alhamdulillah ternyata alasannya karena belum rapi laporan keuangannya, untung masih berkhusnudzon alias berprasangka baik.

Sebenarnya banyak sekali elemen yang bisa terkait anjuran memberikan upah segera pada waktunya ini. Ya karyawan, ya partner bahkan supplier. Loh supplier emang digaji ?. Enggak sih, cuma kadang ada model kita dikasih tempo pelunasan barang atau hutang hanya ada juga yang sering menunda pembayaran. Hubungannya ? ya karena mereka juga pastinya punya karyawan toh dan karyawannya punya keluarga. Ujung2 nya balik lagi jadi lalai kasih upah sesegera mungkin, sebelum kering keringatnya.

Seorang temen kecil yang beretnis Tionghoa pernah bercerita bahwa mereka justru lebih mementingkan upah dan gaji karyawan bahkan partner dan suppliernya, pun dengan kondisi masih kekurangan. Karena bagi mereka, Key Partner itu adalah aset, plus cilaka enam belas kalo sampe ketauan jaringannya seandainya lalai dalam memenuhi janji dengan partner atau supplier, bisa di black list. Jadi jika kondisi sedang prihatin, hanya 2 opsi yang mereka tempuh, hidup prihatin demi mengutamakan pelunasan janji atau berlapang hati sambil merendah tentang kondisi mereka sebenarnya.

Bukan sebaliknya, lebih mementingkan mempertahankan gaya hidup dengan mengorbankan karyawan atau partnernya dan tidak mau mengutarakan kondisi sebenarnya karena malu dan gengsi.

Jadi ingat dulu waktu kecil, ketika Bapak pulang dari menjemput rejeki seringkali dilempar kaos dalam yang telah dipakainya ke muka, lalu kami teriak 'uh bau ketek'. Bapak segera menjawab sambil tersenyum 'bau itu yang memberi makan dan menyekolahkan kalian'. Sumpah sampai sekarang kami masih hafal bau keringat Bapak kami dan gak mau jika sampai keringatnya kering, upahnya kelupaan dikasih :).

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

-ekojune.com-

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post