Sayang, Bisnis Tidak Hanya Membuka Toko

Assalamu'alaikum wr. wb.

Sekarang ini hal-hal mengenai kewirausahaan memang menjadi tema yang begitu marak dan menjual. Di toko buku, rak yang berlabel buku best seller dan new arrival terisi oleh buku-buku tentang kewirausahaan.

Selain itu, muncul juga seminar-seminar, komunitas-komunitias dan milis-milis yang juga bertema kewirausahaan. Seperti beberapa hari yang lalu ketika saya mendapat telepon dari seorang wanita yang menawarkan seminar kewirausahaan, nelponnya malam hari lagi :).

Ada beberapa tanggapan mengenai fenomena ini.

Ada yang bilang maraknya tema kewirausahaan sangat membantu dan bermanfaat dalam memberikan pendidikan mengenai kewirausahaan. Karena wirausaha diharapkan menjadi pemicu kemajuan bangsa ini, dengan menurunkan jumlah pengangguran, para calon wisudawan tidak hanya bertujuan mencari kerja saja tapi berupaya menciptakan lanpangan kerja. Dalam tujuan yang lebih besar, diharapkan bisa mengurangi kemiskinan, memperbaiki ekonomi bangsa, dan mengangkat citra bangsa di taraf internasional.

Namun setiap hal pastilah ada sisi yang berseberangan. Ada juga tanggapan bahwa fenomena ini jika diperlakukan berlebihan adalah kurang baik. Banyaknya ilmu instan menjadi kaya dikhawatirkan menjadi sisi negatif. Bahwa para motivator kewirausahaannya itu justru meraih rejeki dari ilmu cuap-cuap-nya , bukan pengalaman wirausahanya. Gak walk the talk.

Saya jadi teringat ketika pertama kali memutuskan memiliki usaha. Kami membuka sebuah toko yang berlokasi di sebuah pasar tradisional. Karena dari dulu saya suka terhadap tema kewirausahaan, manajemen dan marketing, maka usaha kami itupun saya perlakukan sebagai ajang pembuktian dari semua teori yang sudah saya dapatkan baik lewat buku yang saya baca maupun seminar murah.

Ketika menemukan sebuah komunitas bisnis, saya pun mengikuti acara-acara yang diadakan. Kadang hingga malam hari.

Melihat begitu sibuknya saya beraktifitas, istri sempat berkata "jika kita buka toko itu pasti ada yang datang, seperti gula yang dikelilingi semut". Saya menangkap maksud istri. Bahwa ngapain kita belajar tentang usaha, ngapain baca buku, ngapain ikut seminar, ngapain kita bertemu dengan sesama pengusaha. Toh usaha kita pasti dikunjungi orang atau pelanggan.

Iya sih. Rejeki sudah ada yang mengatur. Sehari-dua hari, satu-dua orang, pasti ada uang yang terjulur. Asal kita mau bersikap jujur. Bersikap melayani laksana batur. Pasti segala teori menjadi manjur.

Dan fakta bahwa banyak pengusaha, terutama yang tradisional, yang sukses dalam usahanya, tanpa pernah menyentuh buku berseri-seri, mengikuti seminar sehari apalagi pelatihan selama berhari-hari.

Namun karena saya orangnya open-minded dan berupaya menjadi never ending student maka saya mencoba berpikir 'jalan tengah'.

Saya bertanya. Mengapa dua orang yang memiliki usaha yang sama, dilokasi pasar yang sama walau lain blok tapi omsetnya berbeda ?. Mengapa orang yang usahanya di lokasi yang mojok bisa lebih laris dari yang lokasinya strategis ?. Mengapa usaha di rumah bisa lebih sukses ketimbang memiliki toko ?. Bahkan mengapa yang mulainya bersamaan tapi kecepatan sukesnya memiliki perbedaan yang tajam ?.

Selain faktor mind-set, ternyata ada faktor teknis. Faktor teknis inilah yang sebenarnya bisa dipelajari. Mungkin kebanyakan orang yang berusaha secara tradisional sukses sekarang dicapai dari upaya yang dilakukan berpuluh tahun silam bahkan setelah berganti-ganti generasi. Namun karena hal teknis yang bisa dipelajari, ada juga orang yang bisa mencapainya secara lebih cepat. Karena adanya faktor teknologi, perubahan pasar atau lainnya.

Sehingga ada pengakuan bahwa ia menemukan banyak pembelajaran setelah mengikuti sebuah komunitas dan mendapatkan informasi dengan cepat, padahal sebelumnya ia membutuhkan waktu selama bertahun-tahun.

Tapi tentu saya saya juga gak mengatakan bahwa kita harus mengikuti semua seminar, workshop, talkshow, training atau apapun dengan berlebihan. Sehingga kita menjadi addicted. Padahal banyak juga pengakuan orang yang setelah mengikuti segala hal itu tapi kemudian tidak merasakan manfaat apa-apa.

Filter ada di tangan kita. Banyak faktor yang menentukan kesuksesan seseorang. Semua itu bukan faktor satu-satunya tapi mungkin salah satu faktor saja.

Jadi sayang, bisnis tidak hanya membuka toko saja.

Kita harus bersilahturahmi dengan pengusaha lain. Karena berjamaah lebih dahsyat dan banyak manfaatnya ketimbang berjuang sendiri. Kita harus membaca buku, karena disana ada pengalaman atau pengetahuan dari orang yang melakukannya selama bertahun-tahun, mungkin dengan biaya tinggi, namun kita bisa mendapatkannya dengan lebih murah. Begitu juga seminar, tentu dengan kredibilitas yang telah kita ketahui bersama.

Jadi, tidak terlalu anti dengan seminar, buku atau apapun namun berupaaya bersikap cukup bijaksana dalam menempuh perjalanan 'meraih ilmu'.

Wassalam.

-Eko June-

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post