Beberapa hari lalu antar istri belanja di sebuah hypermarket gara2 baca promo di media nasional baik TV maupun koran tentang diskon besar2-an 50%, waktunya dari jam 21.00 hingga 24.00. Midnight Sell. Sebagai salah satu pelaku usaha retail, penting untuk mengamati dilapangan hal seperti ini *ngeles, bilang aja korban iklan hehehe
Saya sudah wanti2 ke istri bahwa pastinya diskon ini ada sesuatu dibelakangnya. Maksudnya bisa jadi tidak semua barang di diskon atau ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Benar saja.
Malam itu parkirannya penuh sekali, sampai2 sudah banyak yang parkir mobil secara paralel, menandakan bahwa parkiran sudah begitu padat. Kepadatan yang hanya bisa disamai ketika menjelang lebaran.
Singkat cerita ketika kami masuk wanti2 saya mulai menampakan buktinya. Kami perhatikan jenis barang yang didiskon sebesar 50% hanya sedikit sekali, tidak sampai 10 item. Bahkan di barang2 yang ada dalam daftar kami hanya satu item, yaitu susu anak2. Itupun terselip syarat 'menyertakan guntingan sebuah koran nasional'. Batal deh.
Besaran diskon yang lain ada di 30% bahkan ada yang hanya 10%, suatu nilai yang teramat kecil, kecuali jika barang itu adalah sebuah mobil atau rumah :). Jangan ditanya antrian di kasirnya. Memanjang hingga beberapa meter karena tidak semua kasir dibuka, hanya 6 dari belasan.
Permasalahan ternyata tidak berhenti sampai disitu. Ditemui banyak nilai diskon yang tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Ada seorang ibu yang mengantri di depan kami membeli tas seharga 900 ribu dengan promo diskon yang tertera 50% tapi ternyata di struk hanya 30%.
Akumulasi dari permasalahan itu semua muncullah komplain bersahutan. Keributan terjadi dari mulai perang mulut hingga tuntutan dan dugaan penipuan. Aduh kasihan liat para pegawainya yang mungkin juga bingung.
Disinilah ijinkan saya sok tau memberikan sedikit buah pikiran.
1. Diskon masih menjadi daya tarik di Indonesia. Ya, mungkin di luar sana, yang diwakili sebuah institusi bisnis bilang bahwa 'discount is dead' karena kekurang efektifan strategi diskon. Dari mulai kenyataan karena memotong langsung margin atau pengurangan kualitas sampai kemungkinan dugaan dari pelanggan bahwa harga sudah di mark-up.
Lebih baik memberikan hadiah yang terkadang nilai/value bagi pelanggan bisa lebih tinggi dari modal sebenarnya. Contoh : hadiah payung nilainya terlihat tinggi tapi beli banyak di Asemka modalnya hanya seperempatnya. Tapi disini, pemberian diskon masih menjadi strategi ampuh.
2. Ketidaksiapan peritel terutama pada sistem sungguh membahayakan. Dalam buku Basic Principle of Retail Business dikatakan kerap terjadinya harga di rak yang berbeda dengan harga di kasir karena kelemahan sistem. Membahayakan karena kejadiannya akan seperti yang sudah disampaikan, terjadinya komplain.
Untuk kasus ini bahkan cukup masif karena ternyata banyak yang mengalami. Konsekuensinya bisa terjadi tuntutan atau ditinggalkan pelanggan setia, yang lebih sulit dihadapi jika menjadi kabar angin negatif.
3. Pemberian diskon masih setengah hati. Terlihat dari komposisi besaran diskon yang diiklankan tidak sesuai, bahkan terkesan untuk semua item, ditambah adanya syarat dan ketentuan yang berlaku, yang terkadang merepotkan atau kurang gencar dikomunikasikan sehingga terjadi kesalahpahaman.
Ada salah satu acara di TV yaitu Extreme Coupon, itu reality show yang menunjukkan orang2 penggila kupon diskon, yang mendapatkan diskon super besar bahkan sampai belanjaannya gratis dari mengumpulkan kupon diskon dan penggunaan kartu member. Diskonnya beneran, gak setengah hati, klo ada syarat mudah bahkan bisa dinegosiasikan. Karena tujuannya memang mendapatkan banyak pelanggan, meningkatkan sales dan branding. Tujuan jangka panjang.
Trus gimana ya cara menerapkan
strategi diskon yang efektif. Dari pengalaman punya toko baju walaiu
mungil, bincang2 sesama teman usaha ritel dan ajaran2 lain maka :
1. Diskon sesuaikan dengan momen. Contoh diskon makan kupat tahu bandung
dalam rangka Hari Kartini. Jangan ngasih diskon sering2, namanya bukan
diskon tapi ngelapak :). Tujuannya juga agar tidak terkesan usaha kita
lagi kolaps.
2. Diskon yang prosentasenya terlalu kecil gak berasa.
30% minimal diskon agar terkesan sensasional, makin gede makin bagus.
Gunakan kata 'up to' atau 'sampai dengan' jika ada rentangnya, contoh up
to 70%.
3. Diskon bisa disandingkan dengan promo lain. Contoh
seperti 'belanja di toko minimal 300 ribu bisa dapat kesempatan beli
seprai A dengan diskon 50%'. Barang A ini biasanya yang slow moving atau
susah lakunya.
4. Ada contoh dan masukan lain monggo :).
Ah
tau2 udah dini hari nih. Diskon emang masih ampuh di Indonesia. Sampai2
dulu ada istilah PPD, pemuda/i pecinta diskon :). Salam diskon.
Note : sudah ada permintaan maaf dari hypermarket terkait di media
Wassalam.
Tags:
WiRABUsaha